Kewirausahaan Melalui Link and Match

Kewirausahaan (enterpreunership) tidak selalu menjadi bagian dari kurikulum pendidikan. Padahal kewirausahaan diperlukan untuk mendorong tumbuhnya industri-industri baru, termasuk didalamnya creative economic. Padahal seiring dengan perkembangan information and communication technology (ICT) saat ini, terbuka peluang pengembangan creative economic.

Sayang belum banyak yang memanfaatkan peluang itu. Salah satu kendalanya adalah belum tumbuhnya enterpreneurship, serta masih adanya kesenjangan antara dunia pendidikan dengan dunia industri. Untuk mengatasi masalah ini, Dewan Pengembangan Program Kemitraan Pendidikan Tinggi (DPPK-PT) mengembangkan konsep Cooperative Academic Education Program (Co-Op). Ia menjadi semacam jembatan konsep link and match antara dunia pendidikan dengan dunia industri.Pada program ini, DPPK PT menjalin kerjasama dengan lebih dari 62 industri, terdiri dari manufaktur, perbankan hingga telekomunikasi.

Ketua Bersama DPPK Rahardi Ramelan mengatakan program ini terkait dengan pilar kebijakan Depdiknas, yakni relevansi pendidikan. Interaksi antara dunia nyata dan dunia pendidikan sangat penting.

''Tujuannya agar pendidikan menjadi relevan sesuai kebutuhan masyarakat baik dari aspek sosial, ekonomi, politik, maupun budaya,'' kata Rahardi Ramelan. Ia menambahkan bahwa program ini memberi peluang bagi mahasiswa untuk berinteraksi dengan dunia bisnis dan usaha yang nyata.

Di sektor telekomunikasi, DPP PT antara lain menggandeng Telkomsel. Operator ini ternyata juga mengembangkan konsep Co-Op di mana para mahasiswa diberi kesempatan untuk mengenal lebih jauh dunia kerja dalam kegiatan-kegiatan yang hampir mirip dengan magang dan mendapatkan honor. Peserta program ditetapkan oleh Dirjen Dikti.

Peserta Co-Op memiliki kewajiban layaknya karyawan sehingga mereka benar-benar belajar bekerja yang membekali mereka dengan berbagai kemampuan. Mereka diwajibkan membuat analisa dan laporan yang nantinya akan dibawa ke institusi pendidikan terkait sebagai dasar penyusunan maupun pengembangan kurikulum.

''Merupakan kehormatan tersendiri bagi kami dapat kembali berkontribusi mendukung program yang kami harapkan mampu menghasilkan sumber daya manusia dari mahasiswa untuk menjadi calon entrepreneur di dunia usaha Indonesia,'' kata Direktur Keuangan Telkomsel Triwahyusari
Triwahyusari mengungkapkan, sebagai suatu institusi Telkomsel tidak hanya memperhatikan perkembangan dari internal perusahaan, tapi yang penting Telkomsel bertekad mengembangkan dunia usaha di Indonesia yang dimotori sumber daya dari Indonesia sendiri. Salah satu diantaranya adalah pengembangan kewirausahaan di kalangan kampus.

Dalam hal ini, Telkomsel membuka diri terhadap program magang yang dikembangkan Dirjen Dikti maupun kampus perguruan tinggi, yang bertujuan meningkatkan mutu lulusan perguruan tinggi dan relevansi pendidikan di perguruan tinggi dengan kebutuhan dunia usaha, serta menciptakan lulusan sebagai subyek penyedia lapangan kerja (kewirausahaan).

Pengembangan program sekaligus merupakan respon akan kondisi saat ini,. Ada kecenderungan jumlah lulusan yang tidak terserap di pasar kerja akan semakin meningkat apabila kurikulum perguruan tinggi tidak dijembatani dengan kebutuhan dunia usaha. Terlebih lagi jika lulusan perguruan tinggi tidak siap untuk menciptakan lapangan kerja.

Industri telekomunikasi merupakan industri yang secara nyata memberikan kontribusi positif, di mana kontribusi telekomunikasi terhadap Gross Domestic Product (GDP) tahun 2006 diperkirakan mencapai 2,89 persen dari total GDP di Indonesia. Belum lagi kontribusi untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Saat ini industri telekomunikasi mampu merangsang dan menghasilkan manfaat bagi industri atau dunia usaha lain dari hulu sampai hilir, seperti Konten, Musik, Voucher, dan Servis Ponsel.

Hal ini, kata Triwahyusari, selayaknya didukung dengan kuantitas dan kualitas SDM yang ditunjang kurikulum pendidikan yang relevan, serta SDM yang mampu menciptakan kesempatan-kesempatan baru di industri telekomunikasi. Apalagi, 63 persen Indonesia penduduk merupakan usia muda produktif yang merupakan kalangan dengan senses of technology yang tinggi dan antusiasme terhadap perkembangan teknologi yang sangat besar.

Magang
Di kalangan perguruan tinggi sendiri Link and Macth terus digulirkan. Untuk mendukung program ini, Universitas Darma Persada (Unsada) mengembangkan Unsada-CSH Training Center. Yaitu program pelatihan kerja dan magang yang diberikan kepada mahasiswa tingkat akhir dan alumni Unsada. Untuk menjalankan program ini Unsada bekerja sama dengan CSH. Yakni sebuah lembaga pelatihan yang sudah memiliki jaringan dan pengalaman yang cukup luas.

Kepala Bagian Humas Unsada Alfonsus B Say, SE mengungkapkan, program ini merupakan upaya mempersiapkan mahasiswa memiliki kesiapan memasuki dunia kerja setelah mereka lulus. ''Program ini juga menjadi nilai tambah yang ditawarkan Unsada kepada masyarakat,'' jelas Alfons.

Tahap awal, peserta mengikuti beberapa seminar dan diskusi. Dalam seminar dan diskusi yang dikemas secara proaktif dan menarik ini, dikenalkan dunia kerja dan bagaimana persiapan untuk memasuki dunia kerja. Setelah itu, mahasiswa diminta untuk membuat lamaran dan CV. ''Kami baru akan masuk ke proses wawancara pertengahan bulan April ini. Dari sekitar 40 peserta yang ikut pada tahap awal, sebanyak 14 mahasiswa berhasil masuk ke tahap wawancara,'' kata Alfons.

Konsultan Senior CSH Ir Sandra Harris, M Sc peserta akan magang pada berbagai perusahaan, mulai dari korporat, perbankan hingga perhotelan. Selama proses magang ini, mahasiswa akan diberikan pelatihan tambahan mengenai dunia kerja. Seperti bagaimana caranya presentasi, berkomunikasi dan kemampuan lain yang diperlukan untuk bekerja. ''Lamanya magang bervariasi, mulai dari tiga hingga enam bulan,'' ujar Sandra.

Metode lain diterapkan Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ). Ketua Program Studi D3 Otomotif dan Alat Berat Fakultas Teknik UMJ, Ir Basuki Wibyatmoko mengatakan, untuk menciptakan lulusan yang dapat langsung bekerja, UMJ menggandeng United Tracktor (UT). Bentuk kerjasama meliputi penyediaan tempat belajar, pelatihan dan penyediaan instruktur hingga penyelenggaraan ujian.

Selama tiga semester awal, perkuliahan dilakukan di UMJ. Di sini, mahasiswa diberikan mata kuliah dasar dan umum. Semester empat hingga semester enam dilakukan di UT dengan pengajar dari UMJ dan instruktur UT. Materinya meliputi alat-alat berat. Seperti buldozer, dump truck, grader, dan excavator.

Tiga bulan pertama pada semester empat, mahasiswa diajarkan mengenai teori secara umum. Tiga bulan sisanya, mahasiswa akan ditempatkan di unit-unit UT untuk mempraktikkan materi yang telah didapat. Pada akhir semester, mahasiswa akan diminta untuk membuat laporan mengenai kegiatannya selama tiga bulan terakhir.

Presentasi laporan dilakukan dua kali. Yang pertama di unit UT dimana mahasiswa ditempatkan. Yang kedua di UT Pusat di Jakarta. Proses belajar di semester ini disebut juga dengan On The Job Training (OJT) I.

Basuki mengatakan, pada OJT I, mahasiswa difokuskan untuk mempelajari mengenai sistem. Mulai dari sistem mesin, sistem hidrolik, dan sebagainya. Barulah pada OJT II atau pada semester lima, fokus belajar lebih ditekankan kepada penyelesaian masalah di lapangan. Peran serta UT tidak hanya sampai di situ saja.

Ketika mahasiswa melakukan tugas akhir, disediakan satu dosen pembimbing yang merupakan instruktur senior di UT. "Ketika sidang tugas akhir pun kami meminta sekitar empat orang instruktur UT untuk ikut menilai tugas akhir yang dikerjakan mahasiswa," ungkap Basuki.republika.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar