Pendidikan yang tak mengenal lingkungan

Paolo Freire, seorang pakar pendidikan yang mengajar penduduk miskin di daerah Amerika Selatan, mengatakan bahwa pendidikan adalah suatu usaha untuk memanusiakan manusia. Proses memanusiakan manusia ini dapat dicapai melalui adanya suatu ‘kesadaran’, sedangkan yang dimaksud dengan kesadaran menurutnya adalah suatu kondisi dimana seseorang mengerti dan memahami realitas di sekitarnya.

Jika kita merujuk ke atas, maka pendidikan menjadi dalam bahaya ketika pendidikan justru membuat kita tidak mengenal persoalan-persoalan di sekitar kita. Menjadi pertanyaan ketika misalnya dalam pelajaran membaca murid SD di seluruh Indonesia yang dikenal adalah nama Budi dan Wati, Wati kakaknya Budi. dsb. Padahal bisa jadi di Irian, di Aceh, di Maluku, dll, tidak ada yang bernama Budi dan Wati. Murid-murid SD dikenalkan bukan kepada apa yang ada di sekitarnya. Murid-murid SD mulai diarahkan untuk tidak berpijak di buminya.

Jika boleh aku meminjam pemikiran Freire sebagai pisau analisa (walaupun dia menggunakan dalam konteks masyarakat Brasil), kasus seperti diatas bukanlah sekedar persoalan belajar membaca, tapi merupakan suatu usaha halus untuk menjauhkan seseorang dari lingkungan. Suatu grand design agar orang-orang tidak tahu bahwa ada persoalan disekitarnya. Seseorang dipintarkan untuk suatu hal, tetapi terjadi pembodohan untuk hal yang lain. Orang-orang dicerahkan pada satu sisi, tetapi dibutakan untuk sisi-sisi yang lain. Maka jangan heranlah bila di lingkungan pejabat negara, dikantor-kantor birokrasi ,di perusahaan-perusahaan, bahkan di dunia pendidikan itu sendiri, banyak orang pintarnya. Tapi justru disanalah sering diproduksi ketidakadilan.

Pendidikan Menjadi Alat Kepentingan

Pendidikan juga akan menjadi kehilangan fungsi pencerahannya bila mana dominasi kepentingan berbagai pihak demikian kuatnya. Tidak heran sekolah atau kampus berubah fungsi menjadi seperti pabrik-pabrik yang bekerja secara sistematis dalam memprodukasi lulusannya. Murid atau mahasiswa termekanisasi ke dalam system yang bergerak diluar kekuasaannya, bahkan mungkin dosennya. Ibarat bahan baku yang diolah menjadi bahan jadi lalu kemudian di lempar ke pasar industri. Bahan baku ini dirancang dan diolah sebagaimana trend atau kebutuhan pasar. Pasar membutuhkan apa? Nah itulah yang harus kita pelajari.

Apa yang akan kita pelajari bukan memang apa yang mau kita pelajari. Tapi apa yang orang lain (industri/ pasar/ politik/ bisnis/ dan segala kepentingan lainnya) mau kita balajar apa. Kita tidak merdeka dengan pilihan-pilihan kita sendiri.(sumber: aufahadi.wordpress.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar